Para ilmuwan telah merekonstruksi rambut jangkrik sebagai sensor yang sangat peka. Tiruan sensor ini telah digunakan dalam pengembangan alat bantu dengar generasi terbaru bagi orang yang menderita lemah pendengaran.
Para ahli fisika di University of Twente, Belanda, telah menciptakan rambut buatan seperti yang biasa ditemukan pada serangga pengerik ini. Rambut jangkrik digunakan untuk mendeteksi suara yang menunjukkan kehadiran predator, misalnya laba-laba atau kutu. Demikian cuplikan laporan yang dipublikasikan minggu ini dalam Journal of The Micromachinics and Microengineering.
"Sensor ini merupakan langkah awal menuju pengembangan berbagai aplikasi dan eksplorasi ilmiah yang lebih jauh lagi," kata Marcel Dijkstra seorang anggota tim Twente. "Kami dapat menggunakannya untuk menggambarkan aliran udara pada sebuah permukaan, misalnya pada rangka luar pesawat."
Rambut jangkrik sangat baik dalam mendeteksi aliran udara dengan energi sangat kecil. Sebagai alat pertahanan, jangkrik tanah seperti jangkrik kayu (Nemobius sylvestris) dapat melihat perubahan aliran udara, misalnya yang disebabkan angin menerpa sayap serangga lainnya.
Setiap rambut tumbuh pada cerci, bagian-bagian lekukan tubuh jangkrik, dan dapat saling berhubungan satu sama lain. Aliran udara menyebabkan rambut berputar di dalam lekukan sehingga merangsang neuron. Dengan cara seperti ini, jangkrik dapat mendeteksi suara lembut dari segala arah dan mengumpulkan seluruh informasi untuk melakukan tindakan, demikian hasil penelitian.
Para ilmuwan telah membuat beberapa ratus rambut mekanik yang lebih panjang daripada rambut jangkrik. Kira-kira berukuran 1 milimeter. Sensor disusun pada permukaan tipis dari bahan isolator dan konduktor untuk membentuk struktur elektroda pada membran. Rambut dari polimer itu kemudian diletakkan pada membran.
Tujuan eksperimen ini adalah menghasilkan sistem sensor yang akan dibandingkan dengan sensor yang dipakai sekarang. Sensor yang digunakan pada alat bantu dengar yang dipakai saat ini, menggunakan teknologi Micro Electro Mechaneical Systems (MEMS) yang menggabungkan elemen mekanik, sensor, aktuator, dan elektronika pada sebuah chip.
Menurut Dijkstra, karena sensor kecil dan hemat energi, dapat juga dipakai untuk keperluan yang lebih besar dengan membangun jaringan sensor.
Penelitian ini adalah bagian dari proyek Uni Eropa CICADA (Cricket Inspired perCeption and Autonomous Decision Automata), proyek yang mempelajari dan mengkonsep teknologi untuk meniru cara kerja biologis.
"Sensor ini merupakan langkah awal menuju pengembangan berbagai aplikasi dan eksplorasi ilmiah yang lebih jauh lagi," kata Marcel Dijkstra seorang anggota tim Twente. "Kami dapat menggunakannya untuk menggambarkan aliran udara pada sebuah permukaan, misalnya pada rangka luar pesawat."
Rambut jangkrik sangat baik dalam mendeteksi aliran udara dengan energi sangat kecil. Sebagai alat pertahanan, jangkrik tanah seperti jangkrik kayu (Nemobius sylvestris) dapat melihat perubahan aliran udara, misalnya yang disebabkan angin menerpa sayap serangga lainnya.
Setiap rambut tumbuh pada cerci, bagian-bagian lekukan tubuh jangkrik, dan dapat saling berhubungan satu sama lain. Aliran udara menyebabkan rambut berputar di dalam lekukan sehingga merangsang neuron. Dengan cara seperti ini, jangkrik dapat mendeteksi suara lembut dari segala arah dan mengumpulkan seluruh informasi untuk melakukan tindakan, demikian hasil penelitian.
Para ilmuwan telah membuat beberapa ratus rambut mekanik yang lebih panjang daripada rambut jangkrik. Kira-kira berukuran 1 milimeter. Sensor disusun pada permukaan tipis dari bahan isolator dan konduktor untuk membentuk struktur elektroda pada membran. Rambut dari polimer itu kemudian diletakkan pada membran.
Tujuan eksperimen ini adalah menghasilkan sistem sensor yang akan dibandingkan dengan sensor yang dipakai sekarang. Sensor yang digunakan pada alat bantu dengar yang dipakai saat ini, menggunakan teknologi Micro Electro Mechaneical Systems (MEMS) yang menggabungkan elemen mekanik, sensor, aktuator, dan elektronika pada sebuah chip.
Menurut Dijkstra, karena sensor kecil dan hemat energi, dapat juga dipakai untuk keperluan yang lebih besar dengan membangun jaringan sensor.
Penelitian ini adalah bagian dari proyek Uni Eropa CICADA (Cricket Inspired perCeption and Autonomous Decision Automata), proyek yang mempelajari dan mengkonsep teknologi untuk meniru cara kerja biologis.
0 omongan